Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta mengamalkan ajaran agama yang diyakininya. Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai tuntunan bertindak dan berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Dengan kesadaran diri seperti itu, nilai-nilai agama dijadikan sebagai “roh” dari mata pelajaran lainnya.
Kesadaran diri merupakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperlukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian . Oleh karena itu dalam naskah ini, kesadaran diri dikategorikan sebagai suatu kecakapan hidup.
Kecakapan kesadaran diri tersebut dapat dijabarkan menjadi:
- kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial, serta makhluk lingkungan, dan
- kesadaran akan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik fisik maupun psikologik.
Jujur, disiplin, amanah dan kerja keras tidak hanya dapat dikembangkan melalui mata pelajaran Agama dan Kewarganegaraan. Melalui mata pelajaran Matematika atau Fisika, juga dapat dikembangkan sikap jujur, misalnya tidak boleh memalsu data praktikum atau hasil perhitungan tertentu. Disiplin terhadap waktu maupun aturan yang telah disepakati dapat dikembangkan melalui setiap mata pelajaran, misalnya kapan dan bagaimana memulai kegiatan belajar, praktikum maupun kegiatan ekstra kurikuler. Amanah dikembangkan ketika menggunakan peralatan praktikum maupun perlengkapan sekolah lainnya. Kerja keras dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas-tugas, baik individual maupun kelompok.
Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhluk sosial akan mendorong yang bersangkutan untuk berlaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakini orang lain. Bukankah memang Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling menghormati dan saling membantu? Bukankah heterogenitas itu harmoni kehidupan yang seharusnya disinergikan? Nah, jika sikap itu bersumber dari kesadaran diri, maka pengawasan dari pihak lain menjadi tidak lagi penting, karena setiap orang akan mengontrol dirinya sendiri.
Kesadaran diri sebagai makhluk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia diciptakan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memerlihara lingkungan. Dengan kesadaran itu, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban, tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan YME, sehingga setiap orang akan terdorong untuk melaksanakan.
Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikologik. Oleh karena itu, sejak dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (sebagai karunia Tuhan) dan kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya. Jika siswa menyadari memiliki potensi olahraga, diharapkan akan terdorong untuk mengembangkan potensi tersebut menjadi olahragawan yang berprestasi. Demikian pula untuk potensi jenis lainnya. Wali kelas, guru Bimbingan Konseling, guru Bimbingan Karier, bahkan semua guru perlu dan dapat berperan dalam mendorong siswa mengenal potensi yang dimiliki dan mengoptimalkan menjadi prestasi belajar.
Kesadaran tentang pemeliharaan potensi diri (jasmani dan rokhani) diharapkan mendorong untuk memelihara jasmani dan rokhaninya, karena keduanya merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri. Oleh karena itu, menjaga kebersihan, kesehatan, baik jasmani maupun rokhani, merupakan bentuk syukur kepada Tuhan, yang harus dilakukan. Berbagai mata pelajaran dapat menjadi wahana pengembangan kesadaran diri seperti itu, misalnya Biologi dan Olahraga dapat menjadi wahana yang sangat bagus untuk kesadaran memelihara jasmani, sedangkan Agama, Kewarganegaraan, Sastra dapat menjadi wahana pemeliharaan rokhani.
Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, potensi yang dikaruniakan kepada kita harus dikembangkan, sehingga setiap orang harus mengembangkan potensi yang dikaruniakan-Nya. Pengembangan potensi dilakukan dengan mengasah atau melatih potensi itu. Dan itu berarti setiap orang harus terus menerus belajar. Dengan demikian prinsip life long education didorongkan kepada siswa, sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan YME. Jadi belajar terus menerus sepanjang hayat merupakan bentuk syukur kepada Tuhan yang harus dilakukan oleh setiap orang.
Jika kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial dan makhluk lingkungan, serta kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki, sekaligus toleransi kepada sesama teman yang mungkin saja memiliki potensi yang berbeda.
Kecakapan kesadaran diri, sebagaimana dijelaskan di atas, kini semakin penting, karena salah satu problem bangsa ini adalah “rusaknya” moral. Para ahli menyebut, masyarakat kita sedang dijangkiti “penyakit me first ”, yang selalu memikirkan keuntungan diri di urutan paling depan. Melalui penekanan kesadaran diri dalam pendidikan yang diaplikasikan melalui semua mata pelajaran, diharapkan secara bertahap moral bangsa dapat diperbaiki.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang perlu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar